Kamis, 01 Oktober 2015

TENTANG NAMA DAN SEBUAH CERITA

Tentang Nama Dan Sebuah Cerita

Dia mengenalkanku dengan seorang gadis SMA bermata sipit, Aisyah Putri. Gadis berjilbab yang lincah, aktif dan punya banyak teman. Aku juga berkenalan dengan keempat kakak lelakinya yang gokil. Vince, yang higienis (calon dokter), Harap, si plontos yang nyentrik, Hamka yang suka naik gunung, dan Iid yang jago karate tapi hobi masak. Hehe.. Dari Aisyah, aku mengenal islam dengan lebih mudah. Renyah tapi penuh makna. Khas remaja.
Di lain hari, dia mengenalkanku dengan Dinda. Seorang gadis yang fotonya mirip dirinya. Mengenal Dinda sungguh membuatku terenyuh. Bagaimana tidak, Dinda adalah potret muslimah tegar yang menghadapi kerasnya kehidupan di lingkungan penuh maksiat (daerah lokalisasi). Kemiskinan yang mendera, bapak yang pemabuk dan penjudi, adik-adik yang butuh belaian kasih sayang, kakak lelaki yang menghilang, dan ibu yang akhirnya meninggal karena sakit. Lengkap sudah penderitaan seorang Dinda. Namun, ia tak menyerah. Hingga akhirnya, Tuhan pun mengulurkan tangan untuk menolongnya.
Aku mengenal Diandra. Seorang gadis yang lemah fisik karena sakit. Ribuan pil sudah ia makan. General check up sudah ia lakukan berkali-kali, keluar masuk rumah sakit tanpa henti hingga membuat binar matanya meredup. Beruntung ia punya kakak lelaki yang baik, Yudi. Dari dialah akhirnya kerlip bintang Diandra kembali berpijar. Yudi sering mengiriminya bunga dengan tulisan-tulisan aneh penuh cinta, meskipun Diandra tak pernah tahu bahwa sang kakak-lah pengirimnya.
Di waktu yang berbeda, dia mengenalkanku dengan seorang Gadis yang tidak mau dia sebutkan namanya. Maka demi menggenapi rasa penasaranku, aku pun mulai mengakrabinya. Mengenalnya membuatku digelayuti berjuta rasa yang entah apa. Ternyata, hidupnya jauh lebih tragis dari yang kukira. Ia harus menanggung beban besar menjadi seorang buron gara-gara tak sengaja membunuh seorang lelaki hidung belang yang coba merenggut kesuciannya. Demi sebuah pembelaan diri, lelaki itu mati. Sejak saat itu, hidupnya berubah menjadi seorang pelarian. Sampai suatu saat, seseorang menyodorkan undangan untuk masuk pesantren milik seorang tua bijak yang baik hati. Ternyata ia tidak sendiri. Ada wanita-wanita lain dengan segudang masalah mereka. Mereka pun menjalin kisah, persaudaraan dan akhirnya menemukan titik balik dalam kehidupan.
Lalu, Arini. Seorang penulis yang dianugerahi kebahagiaan dan kesempurnaan hidup. Suami yang baik dan anak-anak yang menyenangkan. Namun, tiba-tiba badai datang menghantam jiwanya. Badai rumah tangga yang menyeretnya pada perenungan-perenungan panjang dan melelahkan.. Sebuah kisah menarik tentang poligami yang disajikan dengan berbagai sudut pandang yang berbeda.
Wuiih, berkenalan dengan wanita-wanita ini sungguh membuatku digelayuti berbagai macam rasa. Ada denyar-denyar istighfar. Ada ketakjuban dalam tasbih. Ada syukur yang tak terukur. Entahlah. Berbincang dengan mereka membuatku akhirnya harus membuka mata, telinga, pikiran dan hati. Bagiku, kisah-kisah mereka sungguh mengharu biru. Aku yakin, kisah ini diceritakan dari ketulusan hati dan disajikan untuk hati. Meskipun itu fiksi.
Lalu sampailah aku pada wanita hebat yang terakhir kukenal. Wanita dengan kisah dramatis dan menakjubkan. Seperti yang pernah diceritakan sang kakak (1) tentang tekad baja adiknya meskipun ia menderita sakit yang parah, dulu.
“Dia gegar otak!”
“Ada kelainan pada otak bagian belakang.”
“Paru-parunya kotor”
“Jantungnya bermasalah”
“Beberapa giginya membusuk dan tak beraturan. Kami harus mencabut 13 giginya..”
“Kami sangat menyesal. Lima benjolan kecil di kepalanya ternyata tumor dan harus diangkat”
Masya Allah. Astaghfirullah. Aku membacanya dengan hati retak. Ada yang menyetak-nyetak dalam dada, entah apa namanya. Dan ini bukan cerita fiksi, tetapi realita.
“Bahkan ia tak melanjutkan kuliahnya karena sakit”
“Tapi sekarang ia memberi ceramah yang dihadiri mahasiswa-mahasiwa dari universitas-universitas terkenal!”
Subhanallah. Tuhan memang Maha Adil. Dan tahukah kau, kawan? Wanita hebat itu adalah Asmarani Rosalba atau biasa dikenal dengan nama Asma Nadia. Dialah yang mengenalkanku pada wanita-wanita hebat yang ia reka: Aisyah Putri, Dinda, Diandra, Gadis, Arini dan masih banyak lagi. Puluhan buku sudah ia tulis, baik karya pribadi maupun dalam bentuk antologi. Bahkan dua karyanya sudah dapat dinikmati dalam bentuk layar lebar. Berbagai penghargaan baik nasional maupun internasional sudah ia raih. Bersama suami dan anak-anaknya ia menularkan virus-virus membaca dan menulis. Tak lupa berbagi dengan orang yang tak mampu melalui taman bacaan untuk kaum dhuafa yang tersebar di penjuru negeri. Gara-gara menulis, ia kerap kali keliling dunia dan menjelajah negeri. Dari Sabang sampai Merauke, juga Asia bahkan Eropa. Sekarang ini, sibuk mengelola penerbitan yang ia dirikan bersama suami, sambil terus menginspirasi banyak orang. Menyapa dengan ramah sahabat-sahabat yang mampir ke halaman facebook-nya, memberikan training seputar menulis (for kids, teens, dan adults), kepribadian muslimah, mendidik anak, dll..
Tentang nama dan sebuah cerita. Ya, aku belajar banyak hal, salah satunya darimu, Mbak Asma. Belajar membaca dan menuliskan kehidupan. Belajar menyerap kisah-kisah yang kau tulis dari hati. Belajar ketulusan dengan berbagi. Belajar tentang arti sebuah tekad, semangat dan harapan-harapan yang kau rajut bersama doa-doa indahmu. Bagimu, hidup, sejatinya hanyalah untuk memberi. Lalu menyerahkan hasilnya hanya untuk Tuhan. Dan aku sungguh terinspirasi.
Dan tepat di hari lahirmu hari ini, aku hanya ingin mengucapkan:
“Selamat Hari Lahir, Mbak. Semoga selalu sehat, dilimpahi keberkahan hidup dan kebahagiaan bersama Bang Isa, Dik Caca, dan Dik Adam. Terima kasih telah menginspirasiku dan orang-orang sekelilingmu…”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar